Kanigoro, Media NU Blitar
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang mampu. Dalam melakukannya, muzakki (orang yang berzakat) bisa memberikannya secara langsung kepada mustahiq (orang yang berhak) ataupun melalui orang lain yang disebut sebagai amil (pengelola zakat). Ada juga istilah panitia zakat yang biasanya dibentuk oleh takmir masjid, mushala, maupun lembaga tertentu. Lalu, apakah perbedaan antara keduanya?
Dilansir dari NU Online, menurut hasil Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 2017 disebutkan definisi amil adalah orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk memungut, mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya yaitu delapan ashnaf (golongan). Jadi amil pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan imam dalam melaksanakan tugas yang terkait dengan zakat.
Kemudian pengangkatan amil adalah kewenangan imam (penguasa tertinggi), kewenangan tersebut bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil berdasarkan PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Sementara itu, di masyarakat sampai saat ini, masih banyak ditemukan sekelompok orang yang ‘mengamilkan diri’ dan mengelola zakat, sedekah, dan infak. Kelompok ini dibentuk atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat atau swakarsa dan tidak mendapatkan legalitas dari pemerintah. Tak jarang mereka mengambil bagian dari zakat yang dikumpulkan karena merasa sudah menjadi amil
Perihal tersebut, hasil Munas NU tahun 2017 menegaskan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat. Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat. Lain halnya jika pembentukan tersebut sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku di mana minimal dicatatkan ke KUA untuk amil perseorangan atau amil kumpulan perseorangan.
Selain itu, perbedaan antara Kepanitiaan Zakat dengan Amil adalah pada gugurnya kewajiban muzakki atas zakat. Kalau Muzakki menyerahkan zakatnya kepada Amil maka kewajiban membayar zakatnya sudah gugur walaupun ketika umpamanya terjadi Amil tidak menyerahkan zakatnya kepada mustahiq.
Beda dengan apabila para muzakki menyerahkan zakatnya kepada Panitia Zakat. Karena Panitia Zakat hanya merupakan wakil atau perpanjangan tangan, maka ketika panitia lalai dalam menyalurkan zakat dari muzakki, kewajiban zakat belum gugur.
Maka dari itu, masyarakat di imbau untuk menyalurkan zakat kepada Amil Syar’i atau yang sudah memiliki legalitas dari pemerintah berupa izin Menteri Agama yang didahului dengan rekomendasi Badan Amil Zakat Nasional atau (BAZNAS), atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh BAZNAS, seperti Lazisnu, Lazismu, dan beberapa lembaga lainnya.