Menikah di Bulan Syawal, Mengapa Tidak?

M. Rizal Zunianto
Untitled design 1

Pernikahan yang dilakukan umat Islam di sejumlah daerah tidak semata harus melengkapi persyaratan administrasi. Yang juga tidak kalah penting adalah diskusi soal tanggal, hari baik, dan hal lain yang turut membuat upacara perjanjian agung sedikit menemui kendala.

Pemilihan bulan, hari, jam dan lokasi acara akad nikah yang kemudian dilanjut resepsi juga demikian adanya. Meski dalam agama dan peraturan pemerintah tidak disebutkan sebagai syarat, namun tidak sedikit hal rersebut menimbulkan masalah.

Di antara waktu yang dihindari untuk melakukan akad nikah hingga tentu saja berlanjut dengan walimah adalah kala memasuki bulan Syawal. Salah satu yang dihindari menikah di bulan Syawal karena sebagian masyarakat Arab jahiliyah berkeyakinan di sebagai hari sial. Padahal keyakinan tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar.

Rasulullah SAW sendiri menikahi Siti Aisyah pada bulan Syawal dan kemudian dijadikan sebagai dasar anjuran menikah. Hal ini sekaligus menepis keyakinan dari warisan jahiliyah tersebut. Dalam satu hadits dijelaskan: Dari Sayyidah Aisyah radliyallâhu anha berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar disisinya daripada aku? Salah seorang perawi berkata, Dan Aisyah merasa senang jika para wanita menikah di bulan Syawal. (HR Muslim dan at-Tirmidzi)
 
Berangkat dari hadits di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut menjadi dasar anjuran menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Hadits ini juga sebagai bantahan atas keyakinan orang awam bangsa Arab saat itu yang bersumber dari tradisi jahiliah terkait kemakruhan menikah di bulan Syawal.

Lebih jelasnya, Imam Nawawi dalam Syarah Muslim (5/179) memaparkan:   Hadits tersebut mengandung anjuran untuk menikah, menikahi, dan berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Para ulama Syafiiyah menjadikan hadits ini sebagai dalil terkait anjuran tersebut.  Siti Aisyah bermaksud dengan ucapannya ini sebagai penolakan terhadap keyakinan yang berlaku sejak zaman jahiliah dan anggapan tak berdasar sebagian orang awam tetang kemakruhan menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Ini merupakan keyakinan yang tidak benar dan tidak berdasar karena warisan jahiliyah.

Baca Juga :  Khutbah Jumat : Kemuliaan Tamu Allah || Bahasa Indonesia

Dengan demikian, anggapan bahwa menikah di bulan Syawal tidak disarankan adalah tidak perlu diikuti. Apalagi Nabi Muhammad SAW sendiri melamgsungkan pernikahan saat bulan Syawal. So, bila persyaratan memungkin dan terpenuhi, silakan melangsungkan pernikahan di bulan Syawal ini sekaligus itba atau mengikuti sunah Nabi. Semoga prosesi perjanjian agung berjalan lancar dan menjadi pasangan ideal.