Blitar, Media NU Blitar
Dalam studi islam, ibadah kurban merupakan ajaran yang hampir menyatu dari segi waktu dan pelaksanaan ibadah haji, namun ada perbedaan yang terdapat pada segi tempat dan pelakunya. Ibadah kurban dilakukan ketika Hari Raya Idul Adha pada hari Tasyrik tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
Bahkan, pada momen kurban, hampir setiap muslim yang berkemampuan dapat melaksanakan penyembelihan hewan kurban dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ada.
Penyembelihan hewan kurban bisa dilakukan secara perorangan menggunakan kambing atau berkelompok menggunakan sapi. Seperti hal nya di sekolah yang melaksanakan kegiatan penyembelihan hewan kurban sebagai sarana untuk mendidik siswa agar mampu memahami makna berkurban dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara historis, ibadah kurban sudah ada sejak Nabi Adam As. Dilansir dari tafsir Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab. Dijelaskannya, ibadah kurban diselenggarakan oleh dua putera Nabi Adam (Habil dan Qabil) kepada Allah. Akan tetapi secara formalitas dan secara historis, kurban bermula saat dari Nabi Ibrahim As. yang bermimpi untuk menyembelih Nabi Ismail As, yang tak lain merupakan putera yang dicintainya tersebut menjadi seekor domba (Q.S Ash-Saffat, 37:102-110).
Dari peristiwa inilah ibadah kurban muncul dan menjadi tradisi umat Islam sampai sekarang. Sebagian ulama menafsirkan ibadah kurban adalah tathawwu’ (sunnah) bagi orang yang mampu. Hukum kurban menjadi wajib apabila disertai nazar didalamnya.
Secara ruhiyah, makna ibadah kurban menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran ritual dari para pelakunya. Berbeda hal nya dalam sosial kemasyarakatan, kurban akan bermakna apabila kerelaan dalam diri pelaku ibadah kurban disertai dengan keikhlasan yang berimbas pada perilaku keseharian dan perhatian terhadap sesama.
Utamanya dapat mengasihi kaum fakir dan miskin, berkurban merupakan salah satu ciri keislaman seseorang karena rasa takwanya seorang hamba terhadap tuhannya.
Termasuk apa yang diisyaratkan dari definisi Idul Adha atau Idul Kurban, Idul Adha yang terdiri dari dua suku kata berasal dari bahasa arab. Pertama kata ‘aada-ya’uudu-awdatan wa ‘idan yang artinya kembali, kemudian adhaakar terhimpun dari kata adha yudhii-udhiyatan yang artinya berkorban. Sedangkan qaruba-yaqrubu-qurban maknanya kedekatan atau sangat dekat.
Oleh karena Itu, dalam idul adha atau Idul kurban kita diingatkan akan banyak hal, utamanya dalam ajaran iman, islam dan ikhsan. Maka, dalam hal ini idul adha memiliki isyarat yang tersirat bahwa kurban memiliki sarat akan nilai spiritual dan sosial.
Tujuan ibadah kurban bagi umat Islam adalah semata-mata mencari ridha Allah SWT. Dimaksudkan untuk memperkuat ibadah kita kepada Allah dan wujud ketaqwaan kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Hajj, 22:37 yang berbunyi;
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Dalam penggalan ayat tersebut menjelaskan, suatu nilai yang banyak dimata Allah apabila kurban tidak disertai keikhlasan didalamnya. Relevansi kurban terhadap makna sosial terlihat dari hakikat daging yang diberikan, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj, 22:36
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.
“Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.”
Para ulama fikih ada yang membagi daging kurban menjadi tiga bagian, yaitu: dimakan, disimpan dan, diberikan kepada fakir miskin. Aplikasi solidaritas sosial diwujudkan melalui qurban dengan dilandasi niat yang ikhlas. Walaupun demikian, dimensi tersebut tidak bermakna apabila tidak dibarengi refleksi taqwa kepada Allah SWT.
عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ إِنَّمَا نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ لِجَهْدِ النَّاسِ ثُمَّ رَخَّصَ فِيهَا
“Dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata, “Nabi ﷺ melarang menyimpan daging kurban ketika orang-orang mengalami kesusahan hidup, kemudian beliau memberi keringanan (untuk menyimpannya).” (H.R Ibnu Majjah, No 3161).
Hadis diatas menjelaskan bahwasanya Nabi Muhammad menganjurkan memberi daging kurban kepada orang yang membutuhkan. Memberi daging terhadap fakir miskin merupakan suatu pesan kebaikan. Hal ini mencerminkan sikap sedekah dan ta’awun sehingga dalam beberapa hari dapat membantu fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Selain itu, Ibadah kurban bisa menjadi pribadi yang toleransi serta sebagai sarana menebar kasih sayang dan hubungan baik yang terjalin antara yang kaya dan miskin. Ibadah kurban merupakan ibadah yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yaitu dengan memberikan hasil sembelihan daging hewan kurban secara merata terhadap masyarakat setempat, termasuk tetangga non muslim walaupun berbeda agama, hal tersebut dapat menciptakan rasa toleran yang tinggi terhadap masyarakat dalam bersosial.
Oleh karenanya, ibadah kurban juga disebut sebagai sarana hubungan kemanusiaan yang dilandasi oleh semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah). Selain terjalinnya hubungan hablun minallah, ibadah tersebut merupakan wujud kepedulian terhadap sesama sehingga menimbulkan hablun minnas yang hakikatnya islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Mengacu pada data penduduk, posisi paling bawah dalam strata ekonomi, tercatat 25,14 juta jiwa masyarakat yang masuk dalam strata ekonomi menengah kebawah. Oleh karena Itu, momentum berkurban menjadi sarana dalam membantu kebutuhan pangan serta menjadi momentum dalam berbagi kegembiraaan terhadap sesama.
Daging dari hewan yang telah disembelih kemudian dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Sekap manifestasi atas kepedulian terhadap sesama ini karena kurban dilandasi dengan nilai cinta dan kasih sayang, sehingga peringatan Hari Raya Idul Adha menjadi momentum menumbuhkan sikap positif dan menjadi contoh baik yang dapat diteladani oleh seluruh insan.